majelis wakaf dan kehartabendaan diubah menjadi majelis pendayagunaan wakaf ini penjelasannya

JAKARTA – Dalam masa kepemimpinan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 2022-2027 terdapat beberapa perubahan nomenklatur majelis, lembaga dan biro. Misalnya Majelis Wakaf dan Kehartabendaan diubah menjadi Majelis Pendayagunaan Wakaf.

Terkait dengan perubahan itu, Bendahara Umum PP Muhammadiyah sekaligus dan Anggota PP Bidang ZIS dan Wakaf, Hilman Latief menuturkan bahwa fokus gerakan Majelis Wakaf ini berbeda dengan di periode sebelumnya. Jika sebelumnya fokus melakukan legalisasi dan sertifikasi, kini ditambah pendayagunaan.

“Jadi sekarang fokusnya lima tahun ke depan adalah pendayagunaan, ada pendayagunaan lahan-lahan pedesaan dan ada juga pendayagunaan lahan-lahan perkotaan.” Ungkap Hilman Latief pada, Rabu (16/3) di acara Kick Off Program Ramadan 1444 H yang diselenggarakan oleh Lazismu Pusat di Kantor PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, No. 62 Jakarta Pusat.

Namun demikian, Hilman menerangkan bahwa gerakan untuk melakukan legalisasi, sertifikasi dan yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh Majelis Wakaf dan Kehartabendaan periode sebelumnya tidak dihilangkan, melainkan fokus gerakan pendayagunaan wakaf merupakan tambahan.

 

Selain itu, Hilman juga mendorong kolaborasi antara Lazismu dengan Majelis Pemberdayaan Wakaf. Sebab konsep filantropi awal, karakter yang sesuai dengan istilah adalah wakaf. Tetapi kemudian konsep filantropi Islam ini berkembang, dan zakat, infaq dan sedekah masuk menjadi bagian dari karakter filantropi, khususnya filantropi Islam.

“Kalau kita membaca sejarah, bentuk – karakter lembaga filantropi yang sesungguhnya itu dari wakaf.” Tutur Hilman.

Guru Besar Bidang Studi Filantropi Islam menuturkan, maka ke depan perlu membangun arsitektur baru filantropi dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Menurutnya, Persyarikatan Muhammadiyah membutuhkan pengelolaan dana-dana filantropi yang lebih kuat dan sistematis, serta terintegrasi.

Pasalnya, sampai saat ini antara zakat dan wakaf masih bagaikan air dan minyak yang susah untuk ‘bertemu’. Hal ini bukan hanya terjadi di Persyarikatan Muhammadiyah, tetapi juga menggejala di semua lembaga, termasuk di negara. Kenyataan tersebut menjadikan pengelolaan filantropi dalam Muhammadiyah belum maksimal.

“Lazismu dan Majelis Pendayagunaan Wakaf itu semakin kuat, karena sinergi itulah yang kita butuhkan.” Harap Hilman Latief.

sumber: muhammadiyah.or.id